Makalah :
TEKNIK
ADVOKASI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Oleh :
Husin R. Akuba
Jurusan Hukum Tata Negara
Fakultas Syariah
IAIN Sultan Amai Gorontalo
TA. 2017 / 2018
Pendahuluan
A.
Latar Belakang Masalah
Tentu kita sering mendengar kata
advokasi dan pemberdayaan masyarakat, benar sekali keduanya ini selalu berjalan
seiring. Tanpa ada advokasi yang jelas maka pemberdayaan masyarakat tidak akan
tercapai begitu pula sebaliknya. Pemberdayaan secara harfiah ialah sebuah
proses, dimana proses ini merupakan kumpulan aktivitas masyarakat yang
terorganisasi, proses ini ditujukan untuk meningkatkan kekuasaan, kapasitas
serta kemampuan baik seacara personal, interpersonal maupun politik.
Pemberdayaan berguna jika diterapkan dalam pekerjaan sosial dengan keluarga
karena saling mendukung maka akan memperkuat pengembangan kapasitas anggota
keluarga dan membantu dalam menginterpretasikan pekerjaan sosial dalam struktur
masyarakat.
Mungkin terlintas dalam benak kita
bahwa kata advokasi sering dipakai oleh para profesional hukum seperti;
pengacara, polisi, hakim, dan kejaksaan. Advokasi itu memang relatif luas
pengertiannya, bisa diartikan hukum atau non hukum. proses advokasi yang
dilakukan membutuhkan pengorganisasian yang cukup matang agar pemberdayaan
kelompok masyarakat dapat diajak melakukan advokasi. Untuk itu, Penulis mencoba
mengeksplorasikan ide-ide yang ada dan menuangkannya dalam makalah ini. makalah
ini akan melihat perdebatan konseptual untuk memahami lebih jauh tentang konsep
pemberdayaan dan teknik advokasi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah Pengertian Advokasi?
2.
Bagaimana Proses Advokasi yang Baik Dalam Pemberdayaan Masyarakat?
3.
Bagaimana Cara Mengelola Informasi yang Ada Dalam Advokasi?
4.
Prinsip-Prinsip apa saja yang harus dipegang dalam beradvokasi?
5.
Bagaimana strategi advokasi dalam pemberdayaan masyarakat?
6.
Apa peranan advokasi dalam pemberdayaan masyarakat?
7.
Mengapa Advokasi Perlu Dilakukan?
Bab II
PEMBAHASAN
TEKNIK
ADVOKASI DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
1. Apakah
Pengertian Advokasi itu?
Istilah advokasi lekat sekali dalam
profesi hukum, menurut bahasa Belanda, advokasi itu berasal dari kata advocaat
atau advocaateur yaitu pengacara atau pembela. Dalam bahasa Inggris, advokasi
yaitu berasal dari kata to advocate yang artinya membela.
Dalam konsep pemberdayaan masyarakat
dikalangan bawah, advokasi tidak hanya membela atau mendampingi masyarakat
bawah, melainkan pula bersama-sama melakukan upaya-upaya perubahan sosial
secara sistematis dan strategis.
Advokasi mudah sekali dilakukan,
asalkan saja advokasi harus terorganisir dengan baik, dan jelas pembagian
kerjanya, tak hanya itu saja bila kita siap ber-advokasi maka harus siap pula
menanggung resiko yang ada karena setiap advokasi selalu ada yang menjadi korban,
maksudnya korban disini ialah orang yang terkena masalah.
2.
Bagaimana Proses Advokasi yang Baik Dalam Pemberdayaan Masyarakat?
Pemberdayaan
dalam suatu perkumpulan atau komunitas dari kesadaran masing-masing anggota
dari perkumpulan tersebut untuk memahami realitas dan kemudian menggunakan
kekuatannya untuk menantang kekuatan yang dominan melalui perjuangan politik
(Craig and Mayo, 1995). Semua orang bisa melakukannya, advokasi merupakan kerja
tim/kelompok, ada pembagian tugas yang jelas.
Untuk melakukan advokasi, ada 3 konsep terkait yang perlu dicermati, yaitu: legitimasi (siapa yang diwakili oleh organisasi dan bagaimana hubungannya); kredibilitas (seberapa jauh organisasi dapat dipercaya); dan Pertanggungjawaban (bertanggungjawab atas kerjanya).
Untuk melakukan advokasi, ada 3 konsep terkait yang perlu dicermati, yaitu: legitimasi (siapa yang diwakili oleh organisasi dan bagaimana hubungannya); kredibilitas (seberapa jauh organisasi dapat dipercaya); dan Pertanggungjawaban (bertanggungjawab atas kerjanya).
Adapun
proses advokasi yang baik yaitu sbb:
a.
Memilih
isu yang tepat untuk di advokasikan.
Sebelum memulai penelusuran
advokasi, kita harus tau kasus/isu apa yang hendak kita advokasikan, karena
dengan memilih isu yang tepat itu merupakan langkah awal kita untuk memulai
pekerjaan.
b.
Menentukan
tujuan dan target yang akan kita advokasikan
Ini penting untuk memandu pelaku
advokasi dalam melaksanakan kegiatannya.
c.
Melakukan
analisis dan mengkaji kasus / isu yang ada.
Fokuskan kasus apa yang akan kita
advokasikan, analisis kasus dengan baik, riset kembali apabila ada isu/kasus
yang bisa memicu/ menimbulkan propaganda arti.
d.
Bangunkan
opini publik Mempengaruhi orang banyak dapat
dilakukan melalui seminar, media cetak, media elektronik, brosur, spanduk,
karena tujuannya adalah agar mendapatkan banyak dukungan oleh orang lain, itu
merupakan hal yang penting.
e.
Membangun jaringan dan koalisi.
Jaringan dan koalisi dalam gerakan
advokasi sangat penting dalam membangun legitimasi publik. Bahwa isu yang
diperjuangkan haruslah didukung oleh orang banyak. Carilah organisasi yang
memiliki visi perjuangan yang sama. Kalau perlu hubungi tokoh-tokoh masyarakat
setempat.
f.
Melakukan
loby,
mempengaruhi dan mendesak kebijakan Lakukan lobby dengan orang orang yang terkait dengan kasus/isu
yang akan diadvokasikan, pengaruhi mereka untuk mendukung kasus yang akan kita
teliti.
g.
Refleksi
Lakukan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan karena advokasi sering memberikan hasil yang lain dari apa yang kita perkirakan. Suatu tim diperlukan untuk mengevalusi apa yang telah dicapai dan apa yang tetap harus dikerjakan secara teratur. Refleksi hendaknya digunakan sebagai langkah pertama dalam menganalisa kembali yang nantinya akan membawa kita pada siklus pekerjaan advokasi dan evaluasi yang terus menerus.
Lakukan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukan karena advokasi sering memberikan hasil yang lain dari apa yang kita perkirakan. Suatu tim diperlukan untuk mengevalusi apa yang telah dicapai dan apa yang tetap harus dikerjakan secara teratur. Refleksi hendaknya digunakan sebagai langkah pertama dalam menganalisa kembali yang nantinya akan membawa kita pada siklus pekerjaan advokasi dan evaluasi yang terus menerus.
3.
Bagaimana Cara Mengelola Informasi yang Ada Dalam Advokasi?
Pada
saat organisasi berada di lapangan, akan sangat banyak informasi yang ditemui.
Namun kemudian, informasi tersebut menjadi tidak berharga karena tidak
terdokumentasikan dan terpublikasi. Sehingga, apa pun bentuk informasinya
hendaklah harus terdokumentasikan.
Ada
beberapa penyebab mengapa fenomena ini terjadi yaitu sebagai berikut:
1.Komitmen organisasi yang kurang kuat.
1.Komitmen organisasi yang kurang kuat.
Dalam
sebuah organisasi, jika belum adanya kesadaran akan pentingnya pendokumentasian
informasi, tidak aneh jika banyak data yang sudah terdokumentasi sulit diakses
karena tercecer. Bahkan, stafnya sendiri tidak mengetahui keberadaan sebuah
data tersebut.
2.Implikasi
dari tidak pentingnya sebuah informasi
Akibat
dari lembaga yang kurang memiliki komitmen, maka sumber daya yang fokus untuk
mengelola pun tidak disediakan, karena tentu akan menambah budget dan beban
bagi lembaga tersebut.
3.
Karena kebudayaan yang sudah melekat erat di Indonesia.
Budaya
yang sudah melekat dalam diri seorang warga negara Indonesia yaitu lebih banyak
bicara daripada mendokumentasikan suatu peristiwa. Sehingga, informasi jarang
sekali terdokumentasikan dan dilacak, jika terjadi pergantian karyawan dalam
sebuah organisasi. Lalu, jadi sulit untuk melacak apa saja yang telah dilakukan
oleh generasi sebelumnya.
Padahal,
jika semua informasi didokumentasikan, itu akan memudahkan kerja kita. Sebagai
contoh ketika menemui banjir, kita bisa dengan mudah belajar, hal apa saja yang
patut menjadi pertimbangan dan yang harus dilakukan seputar informasi banjir.
Untuk
keluar dari persoalan tersebut, ada beberapa hal yang perlu untuk dilakukan.
Komitmen dan peran pimpinan juga menjadi bagian yang sangat penting. Disamping
itu juga harus melihat kebutuhan maupun output yang diinginkan, baru kemudian
memilih sistem informasi teknologi yang sesuai dengan kebutuhan. Pekerjaan
rutin yang terus-menerus terkait dari dokumen informasi, pengumpulan informasi,
kompilasi data dan informasi akan menjadi sebuah pengetahuan.
4.
Prinsip-Prinsip Apa Saja Yang Harus Dipegang Dalam Beradvokasi?
Tujuan
advokasi adalah melakukan perubahan, dalam melakukan perubahan selalu akan
terjadi pro-kontra, resistansi dan konflik, tegasnya tidak ada faktor yang
pasti untuk keberhasilan advokasi.
Beberapa prinsip prinsip dibawah ini bisa dijadikan pedoman dalam melakukan advokasi, yaitu sebagai berikut:
Beberapa prinsip prinsip dibawah ini bisa dijadikan pedoman dalam melakukan advokasi, yaitu sebagai berikut:
a.
Realitas
Memilih isu dan agenda yang realistis, jangan buang waktu kita untuk sesuatu yang tidak mungkin tercapai.
Memilih isu dan agenda yang realistis, jangan buang waktu kita untuk sesuatu yang tidak mungkin tercapai.
b.
Sistematis
Advokasi memerlukan perencanaan yang akurat, kemas informasi semenarik mungkin dan libatkan media yang efektif.
Advokasi memerlukan perencanaan yang akurat, kemas informasi semenarik mungkin dan libatkan media yang efektif.
c.
Taktis
Advokasi tidak mungkin bekerja sendiri, jalin koalisi dan aliansi terhadap sekutu. Sekutu dibangun berdasarkan kesamaan kepentingan dan saling percaya.
Advokasi tidak mungkin bekerja sendiri, jalin koalisi dan aliansi terhadap sekutu. Sekutu dibangun berdasarkan kesamaan kepentingan dan saling percaya.
d.
Strategis
Kita dapat melakukan perubahan-perubahan untuk masyarakat dengan membuat strategis jitu agar advokasi berjalan dengan sukses.
Kita dapat melakukan perubahan-perubahan untuk masyarakat dengan membuat strategis jitu agar advokasi berjalan dengan sukses.
e.
Berani
Jadikan isu dan strategis sebagai motor gerakan dan tetaplah berpijak pada agenda bersama.
Jadikan isu dan strategis sebagai motor gerakan dan tetaplah berpijak pada agenda bersama.
5.
Bagaimana Strategi Advokasi dalam Pemberdayaan Masyarakat?
Strategi
advokasi di dalam pemberdayaan masyarkat dapat kita bagi dalam tiga strategi
yaitu sebagai berikut:
1.
Strategi
mikro
Yaitu penghubung sosial masyarakat
atau penghubung klien dengan sumber-sumber di lingkungan sekitar. Adapun teknik
yang dapat dilakukan adalah menjalin relasi kerjasama dengan profesi-profesi
kunci, membangun kontak-kontak antara klien dengan lembaga-lembaga pelayanan
sosial, mempelajari kebijakan-kebijakan dan syarat-syarat serta proses
pemanfaatan sumber daya yang ada di dalam masyarakat.
2. Strategi
mezzo
Yaitu mediator, maksudnya disini
adalah mewakili dan mendampingi kelompok-kelompok formal atau organisasi guna
mengidentifikasi masalah sosial yang dihadapi secara bersama dalam merumuskan
tujuan, mendiskusi solusi-solusi secara potensial, monitoring dan mengevaluasi
rencana aksi. Teknik yang dapat dilakukan, antara lain, bersikap netral, tidak
memihak, dan pada saat bersamaan percaya bahwa kerjasama yang dibuat dapat
berjalan serta mendatangkan manfaat. Kemudian memfasilitasi pertukaran
informasi secara terbuka di antara pihak yang terlibat, mengidentifikasi
manfaat kerjasama yang timbul, menggali kesaman-kesamaan yang dimiliki oleh
pihak terlibat konflik, mendefinisikan, mengkonfrontasikan dan menangani
berbagai hambatan komunikasi.
2.
Strategi
makro
Yaitu sebagai aktivis dan analis
kebijakan. Advokasi berperan sebagai aktivis sosial, maka harus terlibat
langsung dalam gerakan perubahan sosial dan aksi sosial bersama masyarakat.
Wujud riil dari peran sebagai aktivis sosial adalah meningkatkan kesadaran
publik terhadap masalah sosial, ketidak-adilan, memobilisasi sumber daya
masyarakat untuk merubah kondisi-kondisi yang buruk dan tidak adil, melakukan
lobi dan negosiasi agar terjadi perubahan di bidang hukum, termasuk melakukan
class action.
Pilihan
strategi juga ditentukan oleh pendekatan advokasi yang dipilih. Dalam teori
advokasi, ada tiga pendekatan utama (Miller and Convey, 1997), yaitu:
1. Pendekatan untuk kepentingan umum (advocacy for). ntuk melakukan pendekatan ini, harus menggunakan kaum professional dan pelobi yang ahli untuk melakukan advokasi, karena sistem politiknya terbuka dan adil. Sehingga, semua orang bisa mempengaruhi kebijakan publik. Masyarakat miskin dan kelompok kalangan bawah hanya tidak memiliki kesempatan untuk ini, sehingga para professional hukum bisa melakukannya untuk mereka;
1. Pendekatan untuk kepentingan umum (advocacy for). ntuk melakukan pendekatan ini, harus menggunakan kaum professional dan pelobi yang ahli untuk melakukan advokasi, karena sistem politiknya terbuka dan adil. Sehingga, semua orang bisa mempengaruhi kebijakan publik. Masyarakat miskin dan kelompok kalangan bawah hanya tidak memiliki kesempatan untuk ini, sehingga para professional hukum bisa melakukannya untuk mereka;
2. Pendekatan tindakan yang dilakukan warga negara (advocacy
with). Pendekatan menekankan pada ketidak-adilan sistem pengambilan keputusan
politik dan ketidak-seimbangan kekuasaan yang ada di dalamnya. Sehingga,
diperlukan tindakan masyarakat selaku warga negara untuk mendesakkan
kepentingannya dalam penentuan kebijakan publik dan ;
3.
Pendekatan transformasi (advocacy by).
Pendekatan
ini dilakukan melalui pendidikan untuk mengembangkan alat berpikir kritis.
Banyak sekali kendala yang dihadapi dalam melakukan pekerjaan sosial ini karena
salah satunya ialah lembaganya merupakan sistem sosial yang selalu merendahkan
kelompok minoritas tertentu. Dengan memberikan respon yang baik kepada semua
orang yang datang ke lembaga secara adil akan mengurangi diskriminasi.
Strategi
pemberdayaan mengharuskan adanya komitmen yang kuat untuk mempertahankan dan
meningkatkan pelayanan adil yang efektif dan juga konfrontasi terhadap
penilaian negatif yang sudah meresap. Menurut Solmon kebanyakan orang bergerak
dalam tiga tingkatan perkembangan:
Pengalaman positif dalam awal kehidupan keluarga yang memberikan kepercayaan serta kompetensi dalam interaksi sosial dan memperkuat kemampuan untuk mengatur hubungan relasi sosial dan menggunakan institusi sosial untuk mencapai kompetensi sehingga dapat menerima dan melaksanakan dengan baik peranan sosial yang bernilai.
Halangan kekuatan tidak secara langsung mempengaruhi setiap tingkatan. Pengalaman negative sejak dini akan mengurangi kepercayaan dalam interaksi sosial yang kemudian akan mengurangi pencapaian tingkatan kedua dan merintangi pertumbuhan kapasitas untuk melaksanakan peranan sosial yang bernilai pada tingkatan ketiga.
Menurut Solmon, karena pekerjaan sosial lebih mengkonsentrasikan pada pengubahan individu bukan pengubahan institusi maka melemah menghadapi rintangan kekuasaan.
Tujuan pemberdayaan adalah membantu klien untuk melihat
diri mereka sendiri sebagai causal agents dalam menemukan solusi masalahnya, pekerjaan sosial harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang nantinya dapat digunakan masyarakat, serta pekerjaan sosial sebagai sesame dan partner dalam mencari pemecahan masalah yang terjadi.
Peranan advokasi yang terbaik dalam penberdayaan adalah:
Konsulltan sumber daya menghubungkan klien dengan sumber daya dengan cara yang dapat meningkatkan self system dan kemampuan memecahkan masalah.
Sensitier membantu klien memperoleh pengetahuan tentang dirinya. Guru / trainer mangajarkan proses dan ketrampilan yang memungkinkan klien menyelesaikan tugas spesifik.
Strategi advokasi dan pemberdayaan yang terbukti menarik dalam hari yang lalu yaitu penindasan kaum kaya terhadap kaum miskin karena dicurigai sebagai pencuri bebebarapa kilogram randu kering. Keprihatinan terhadap penindasan kaum miskin ini membuat berbagai kalangan media begitu serius menyoroti kasus ini, untuk mendukung kaum miskin tersebut dan untuk melihatkan bahwa ada ketidak-adilan hukum yang terjadi pada hukum di Indonesia sekarang ini.
Advokasi di kembangkan sebagai bagian dari gerakan mengeluarkan orang yang mungkin tidak bersalah atau bahkan orang yang telah lama ditahan di institusi tersebut. Beberapa bentuk pelaksanaannya jika tidak hati hati akan membuat orang tergantung pada keahlian pekerja sosial advokasi tersebut.
Pengalaman positif dalam awal kehidupan keluarga yang memberikan kepercayaan serta kompetensi dalam interaksi sosial dan memperkuat kemampuan untuk mengatur hubungan relasi sosial dan menggunakan institusi sosial untuk mencapai kompetensi sehingga dapat menerima dan melaksanakan dengan baik peranan sosial yang bernilai.
Halangan kekuatan tidak secara langsung mempengaruhi setiap tingkatan. Pengalaman negative sejak dini akan mengurangi kepercayaan dalam interaksi sosial yang kemudian akan mengurangi pencapaian tingkatan kedua dan merintangi pertumbuhan kapasitas untuk melaksanakan peranan sosial yang bernilai pada tingkatan ketiga.
Menurut Solmon, karena pekerjaan sosial lebih mengkonsentrasikan pada pengubahan individu bukan pengubahan institusi maka melemah menghadapi rintangan kekuasaan.
Tujuan pemberdayaan adalah membantu klien untuk melihat
diri mereka sendiri sebagai causal agents dalam menemukan solusi masalahnya, pekerjaan sosial harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang nantinya dapat digunakan masyarakat, serta pekerjaan sosial sebagai sesame dan partner dalam mencari pemecahan masalah yang terjadi.
Peranan advokasi yang terbaik dalam penberdayaan adalah:
Konsulltan sumber daya menghubungkan klien dengan sumber daya dengan cara yang dapat meningkatkan self system dan kemampuan memecahkan masalah.
Sensitier membantu klien memperoleh pengetahuan tentang dirinya. Guru / trainer mangajarkan proses dan ketrampilan yang memungkinkan klien menyelesaikan tugas spesifik.
Strategi advokasi dan pemberdayaan yang terbukti menarik dalam hari yang lalu yaitu penindasan kaum kaya terhadap kaum miskin karena dicurigai sebagai pencuri bebebarapa kilogram randu kering. Keprihatinan terhadap penindasan kaum miskin ini membuat berbagai kalangan media begitu serius menyoroti kasus ini, untuk mendukung kaum miskin tersebut dan untuk melihatkan bahwa ada ketidak-adilan hukum yang terjadi pada hukum di Indonesia sekarang ini.
Advokasi di kembangkan sebagai bagian dari gerakan mengeluarkan orang yang mungkin tidak bersalah atau bahkan orang yang telah lama ditahan di institusi tersebut. Beberapa bentuk pelaksanaannya jika tidak hati hati akan membuat orang tergantung pada keahlian pekerja sosial advokasi tersebut.
6.
Apa Peranan Civil Society terhadap teknik advokasi dan pemberdayaan masyarakat?
Absori
menyatakan peran masyarakat sipil haruslah dilakukan melalui berbagai upaya
yakni lewat opini publik dan akses informasi publik di bidang keamanan, serta
keterlibatan dalam pembuatan sejumlah UU serta mengkritisi rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan sektor keamanan.
Advokasi dan pemberdayaan masyarakat yang terkait dengan keamanan, serta penegakan hukum terkait dengan penanganan pelanggaran hak asasi manusia dan pemberantasan terorisme juga harus mendapat perhatian.
Advokasi dan pemberdayaan masyarakat yang terkait dengan keamanan, serta penegakan hukum terkait dengan penanganan pelanggaran hak asasi manusia dan pemberantasan terorisme juga harus mendapat perhatian.
Upaya-upaya
pemberdayaan masyarakat seharusnya mampu berperan meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia (SDM) terutama dalam membentuk dan merubah perilaku
masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang lebih berkualitas.
Menurut
Absori, advokasi di bidang hukum dapat dilakukan melalui berbagai upaya.
Sayangnya, pra-peradilan dalam berbagai kasus korban penculikan, kekerasan, dan
salah tangkap, serta gugatan class action hingga kini belum menunjukan hasil
yang signifikan.
7.
Mengapa Advokasi Perlu Dilakukan?
Ini
keterkaitan antara konsep persinggungan antara negara dengan masyarakat sipil
dan pasar. Negara dianggap sebagai wilayah publik yang menyentuh semua
kehidupan warga negara, karena semua kebijakan yang mengatur warga ditentukan
oleh negara. Sedangkan pasar adalah mesin ekonomi masyarakat, yang seringkali
hanya dikendalikan oleh sekelompok perusahaan besar. Masyarakat sipil, yang
dibanyak negara, adalah aktor yang paling lemah apabila dibandingkan dengan
negara dan pasar. Sehingga, penetapan keputusan penting tentang masyarakat banyak
ditentukan oleh penguasa Negara dan pengusaha besar. Disini, advokasi
dibutuhkan oleh masyarakat sipil untuk meningkatkan kekuatannya sehingga mampu
mempengaruhi dan menentukan kebijakan publik yang dibuat oleh negara.
Perdebatan konseptual menunjukkan bahwa pemberdayaan dan advokasi adalah bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu perubahan sosial di masyarakat menuju masyarakat yang lebih bermartabat dan sejahtera. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, perlu dilakukan kedua aksi ini sekaligus, yang meletakkan masyarakat dan para pengambil kebijakan sebagai sasaran utamanya.
Perdebatan konseptual menunjukkan bahwa pemberdayaan dan advokasi adalah bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu perubahan sosial di masyarakat menuju masyarakat yang lebih bermartabat dan sejahtera. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, perlu dilakukan kedua aksi ini sekaligus, yang meletakkan masyarakat dan para pengambil kebijakan sebagai sasaran utamanya.
Disamping
itu pula, perlu pengembangan organisasi, ekonomi jaringan dan faktor-faktor
pendukung lainnya. Dengan usaha pemberdayaan masyarakat yang demikian itu,
mudah-mudahan dapat membebaskan mereka dari kemiskinan dan keterbelakangan
untuk menuju kehidupan yang lebih baik.
Sebagai penutup dari makalah ini ialah tidak ada kesejahteraan sosial tanpa keadilan sosial dan tidak ada keadilan sosial tanpa ada advokasi sosial.
Sebagai penutup dari makalah ini ialah tidak ada kesejahteraan sosial tanpa keadilan sosial dan tidak ada keadilan sosial tanpa ada advokasi sosial.
Advokasi Kepada Masyarakat dalam
Sengketa Tanah
Ada banyak kasus sengketa agraria khusus dalam bidang
pertanahan yang terjadi di masyarakat, terutama sisa-sisa masalah Orde Baru
maupun akibat pemiskinan struktural. Pemiskinan struktural adalah pemiskinan
akibat pemerintahan yang memihak kepada struktur masyarakat pengusaha dan
mengorbankan masyarakat lemah.
Pembebasan tanah rakyat secara paksa selain menghilangkan
hak-hak milik atas tanah juga menyebabkan perpindahan penduduk yang semakin
miskin mencari lahan-lahan kosong (tanah bebas) di berbagai daerah, menetap
bertani selama puluhan tahun. Selanjutnya ketika ada pemilik kapital – baik
pemerintah sendiri melalui BUMN atau BUMD maupun swasta – yang menghendaki
tanah yang dikelola masyarakat miskin tersebut maka dilakukan pengosongan paksa
dan kriminalisasi. Contoh kasus ini yang paling mutakhir adalah sengketa
pertanahan antara masyarakat Margorukun Lestari Desa Kebonrejo, Kecamatan
Kalibaru, Banyuwangi melawan PTPN XII, sebuah BUMN yang bergerak di bidang
perkebunan.
Sedangkan contoh sisa kasus sengketa pertanahan akibat
pembebasan paksa jaman Orde Baru adalah kasus Alastlogo Pasuruan, kasus tambak
garam Kalianget di Sumenep (masih bersifat laten atau belum terang-terangan).
Ada pula kasus tanah sisa zaman Belanda seperti contohnya pada kasus tanah Sendi,
Pacet, Mojokerto. Selain itu, di zaman reformasi juga terdapat modus-modus
tukar guling tanah-tanah masyarakat bekas tanah desa yang sudah diubah menjadi
kelurahan.
Tampaknya kasus-kasus tanah rakyat akan terus berlangsung dan membutuhkan perhatian tersendiri. Dalam beberapa contoh kasus tersebut seringkali berujung pada sengketa hukum yang tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat korban yang lemah untuk dapat menikmati hak keadilan mereka.
Tampaknya kasus-kasus tanah rakyat akan terus berlangsung dan membutuhkan perhatian tersendiri. Dalam beberapa contoh kasus tersebut seringkali berujung pada sengketa hukum yang tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat korban yang lemah untuk dapat menikmati hak keadilan mereka.
Fenomena gaya pikir hukum legal formal dan positivistik ditambah dengan praktik penegakan hukum yang korup menjadi masalah penting yang menghambat pemenuhan hak keadilan sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM) yang telah diakui dalam amandemen UUD 1945 dan secara khusus dirumuskan dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Dalam keadaan seperti itulah advokasi menjadi sebuah kebutuhan bagi masyarakat yang kurang mampu secara ekonomi dan intelektual. Tanpa ada upaya-upaya pembelaan kepada masyarakat lemah yang ditindas oleh oligarki kekuasaan politik-ekonomi maka hak keadilan hanya masih menjadi utopia.
Dalam konstruksi pemikiran hukum yang sejati, hukum adalah
untuk keadilan. Para intelektual hukum yang membiarkan adanya penindasan adalah
para intelektual yang tidak bertanggung jawab, sebagaimana pendidikan hukum
mengamanatkan tegakknya hukum dan keadilan yang dalam pengertian lebih rasional
adalah adanya upaya-upaya dan pekerjaan yang bersifat sosial, nonkomersial,
untuk membantu masyarakat lemah ekonomi dan intelektual agar dapat
berpartisipasi dalam hidup bernegara yang lebih adil.
BENTUK ADVOKASI
Masyarakat lemah dalam kasus-kasus sengketa pertanahan
melawan penguasa (ekonomi) menurut pengalaman sekurang-kurangnya dapat dibagi
menjadi beberapa jenis kategori menurut perspektif legalitas hukumnya, yaitu:
1.
Kategori
pertama: Masyarakat korban pembebasan tanah secara paksa yang mempunyai
sisa-sisa bukti formal berupa girik atau petok D;
2.
Kategori
kedua: Masyarakat korban pembebasan tanah secara paksa yang kehilangan
surat-surat bukti hak;
3.
Kategori
ketiga: Masyarakat yang menempati dan mengelola tanah-tanah bebas yang tidak
mempunyai alat bukti hak atas tanah, lalu berhadapan dengan korporasi yang
memperoleh hak formal atas tanah negara;
4.
Kategori
keempat: Masyarakat yang kehilangan hak kolektif atas tanah karena perubahan
status desa menjadi kelurahan.
Di luar keempat kategori tersebut
dimungkinkan ada jenis lainnya.
Cara menilai aspek legalitas dari keempat
jenis atau kategori tersebut sebagai berikut:
Ø Kategori pertama: penegak hukum
lebih mudah mengakui hak mereka, tetapi tidak jarang penegak hukum terjebak
dalam pemikiran legal formal jika ternyata lawan masyarakat tersebut mempunyai
alat bukti sertifikat hak atas tanah. Cara mereka berpikir adalah: sertifikat
lebih kuat dibandingkan girik atau petok. Cara berpikir ini mestinya tidak benar, sebab sertifikat hak
atas tanah dimungkinkan untuk dibatalkan atau menjadi tidak sah jika diperoleh
dengan cara-cara yang tidak benar.
Ø Kategori kedua: penegak hukum
cenderung tidak mengakui hak masyarakat atas tanah yang tidak dibuktikan dengan
alat bukti surat. Cara pikir itu juga keliru sebab bahkan dalam PP No. 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah pun diatur cara pembuktian hak lama dengan
keterangan kepala desa yang menerangkan penguasaan fisik tanah selama 20 tahun tanpa
gangguan hak, jika alat bukti surat tidak ditemukan (pasal 24 ayat 2 jo. pasal
39 ayat 1 huruf b angka 1).
Ø Kategori ketiga: Penegak hukum akan
membela korporasi yang mempunyai alat bukti hak berupa sertifikat hak atas
tanah dan cenderung tidak mau meneliti apakah sertifikat serta gambar situasi
atau surat ukurnya sesuai kenyataan atau tidak.
Ø Kategori keempat: Penegak hukum
mengikuti ketentuan hukum administrasi negara sehingga tidak lagi mengakui hak
kolektif masyarakat bekas pemilik hak kolektif atas tanah. Dalam hal ini tanah
jatuh menjadi tanah negara.
Bentuk advokasi yang dilakukan berkaitan dengan sengketa
pertanahan tersebut pada dasarnya sesuai prinsip manajemen. Advokasi hendaknya
dilakukan secara terstruktur, sedapat mungkin beraliansi dengan organisasi
lainnya termasuk merangkul kekuatan-kekuatan lokal baik organisasi
kemahasiswaan, keagamaan, kepemudaan, paguyuban masyarakat yang ada dan
lain-lain.
Ø Pertama, ddvokasi dilakukan dengan
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. dalam hal advokasi
dilakukan secara sindikasi atau konsorsium maka perencanaan disusun secara
bersama-sama, termasuk menyepakati target-target yang akan dicapai dan
tindakan-tindakan lain ketika target serta tujuan tidak tercapai.
Ø Kedua, memulai advokasi dengan
membentuk kelompok belajar bagi warga: para pemuda, ibu-ibu, bapak-bapak, lalu
mereka bertemu dalam bentuk paguyuban warga. Ini selanjutnya akan menjadi
organisasi rakyat yang di dalamnya terdapat kepengurusan dan cara penggalangan
dana perjuangan mereka. Organisasi perjuangan rakyat ini sangat penting agar
pertama-tama terwujud manajemen gerakan masyarakat yang lebih rapi dan teratur,
mampu menggerakkan semangat bersama, mengantisipasi segala keberhasilan dan
yang penting siap menghadapi kegagalan-kegagalan. Kegiatan belajar bersama yang materinya adalah tentang hukum
pertanahan, HAM, organisasi pemerintahan akan memperkuat pengetahuan masyarakat
yang selama ini lemah secara intelektual karena pendidikan mereka yang
rata-rata rendah atau bahkan banyak yang tidak pernah sekolah.
Ø Ketiga, menyusun strategi tentang
arah perjuangan dan apa saja yang akan dilakukan oleh organisasi masyarakat
yang diadvokasi. Dalam keadaan-keadaan tertentu terkadang penting untuk
melibatkan struktur politik terlibat turut memberikan dukungan gerakan
masyarakat untuk mencapai tujuan mereka. Kasus Margorukun Lestari Banyuwangi
adalah contoh kurangnya dukungan jaringan organisasi dan struktur politik.
Tetapi sebaliknya kasus tanah Desa Sendi Mojokerto mendapatkan dukungan yang
amat luas, termasuk kekuatan politik lokal. Dalam gerakan sosial itu hambatan
yang paling sering terjadi adalah perpecahan di kalangan masyarakat sendiri
yang memperlemah gerakan. Kadangkala dapat diatasi dan dapat dipersatukan
tetapi banyak pula yang sulit dipersatukan. Evaluasi advokasi dilakukan secara
periodik dalam pertemuan-pertemuan evaluasi. Tak jarang bahkan dalam advokasi
konsorsium terjadi kesalahpahaman dan perpecahan antar aktivis atau organisasi
yang melakukan advokasi.
Ø Keempat, setelah organisasi
masyarakat terbentuk dan lebih matang dalam pengetahuan serta keberanian
berargumentasi maka tiba saatnya melakukan hal-hal yang disepakati.
Bagian-bagian organisasi masyarakat, misalnya: lobi, humas, hukum, penggalangan
dana, pengorganisasian, pendidikan, dan lain-lain mulai digerakkan.
Surat-menyurat dilakukan, mendatangai lembaga atau pejabat yang berwenang,
mengumpulkan data-data sebanyak-banyaknya adalah sangat penting, serta
menggalang dukungan seluas-luasnya, melakukan demonstrasi dalam hal upaya lobi
dan korespondensi kurang mendapatkan perhatian.
Sedapat mungkin dalam advokasi untuk tidak terburu-buru
mengajukan upaya hukum. Upaya hukum akan dilakukan jika terdapat tanda-tanda
dukungan dari para penegak hukum. Untuk mencari dukungan penegak hukum maka
organisasi masyarakat dan para pendampingnya harus meluangkan waktu untuk
berkomunikasi dengan para penegak hukum dalam rangka membuka wacana tentang
persoalan yang dihadapi masyarakat.
PRINSIP ADVOKASI
Advokasi dilakukan hendaknya tidak dengan gaya berpikir
legal formal atau positivistik. Advokasi pada prinsipnya adalah BERPIHAK KEPADA
YANG LEMAH. Meski dalam hal ini tidak bermaksud untuk membenarkan suatu
kesalahan.
Sebagai ilustrasi dalam melakukan advokasi dapat diberikan
contoh penerapan hukum pada jaman Nabi Muhammad dan para khalifah yang adil, di
mana para pencuri yang miskin diberikan ampunan dan negara diwajibkan untuk
mengurusi kebutuhan keluarganya hingga mampu.
Tetapi dalam praktiknya di Indonesia terjadi hal yang sebaliknya, di mana dilakukan kriminalisasi kepada kaum lemah, dengan cara rekayasa hukum. Hukum ditegakkan dengan cara melanggar hukum. Orang yang miskin hidup di tanah negara dipenjara dengan alasan tidak mempunyai dasar hak, tetapi negara membiarkannya dalam keadaan miskin. Itu adalah contoh pelanggaran HAM oleh pemerintah sebab pemerintah (pusat dan daerah) wajib menegakkan dan memenuhi HAM warga negara (pasal 28 I ayat 4 UUD 1945).
Tetapi dalam praktiknya di Indonesia terjadi hal yang sebaliknya, di mana dilakukan kriminalisasi kepada kaum lemah, dengan cara rekayasa hukum. Hukum ditegakkan dengan cara melanggar hukum. Orang yang miskin hidup di tanah negara dipenjara dengan alasan tidak mempunyai dasar hak, tetapi negara membiarkannya dalam keadaan miskin. Itu adalah contoh pelanggaran HAM oleh pemerintah sebab pemerintah (pusat dan daerah) wajib menegakkan dan memenuhi HAM warga negara (pasal 28 I ayat 4 UUD 1945).
Hal yang mendasar dalam negara hukum Indonesia yang selama
ini dilupakan adalah pelaksanaan keadilan sosial. Dengan semakin banyaknya
produk hukum yang disisipi kepentingan para pemilik kapital maka advokasi juga
harus mengarah pada kontrol penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan,
termasuk tentang tataguna usaha tanah dan rencana tata wilayah.
Advokasi juga dilakukan dalam rangka menciptakan kemandirian sosial di mana rakyat tidak lagi bergantung kepada pemerintah.
Advokasi juga dilakukan dalam rangka menciptakan kemandirian sosial di mana rakyat tidak lagi bergantung kepada pemerintah.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari
makalah diatas jadi yang dapat disimpulkan bahwa advokasi merupakan pekerjaan
sosial yang bisa dilakukan oleh semua orang, tidak hanya orang-orang yang
bekerja dalam lingkup professional hukum.
Dalam melakukan teknik advokasi yang baik diperlukan kerjasama tim/kelompok yang solid, yang memegang erat prinsip-prinsip bersama, mempunyai visi bersama atau kepentingan bersama dan fokus untuk memecahkan masalah.
Dalam melakukan teknik advokasi yang baik diperlukan kerjasama tim/kelompok yang solid, yang memegang erat prinsip-prinsip bersama, mempunyai visi bersama atau kepentingan bersama dan fokus untuk memecahkan masalah.
Dalam
melakukan advokasi, diperlukan dukungan yang banyak dari masyarakat kalau perlu
pakai media-media yang efektif untuk membuat masyarakat semakin mendukung kita
Organisir dengan baik segala bentuk advokasi, cari informasi sebanyak-banyaknya dan kelola jangan sampai menimbulkan arti yang propaganda karena itu dapat membahayakan, hati-hati dalam beradvokasi, teliti lagi dan libatkan masyarakat banyak.
Organisir dengan baik segala bentuk advokasi, cari informasi sebanyak-banyaknya dan kelola jangan sampai menimbulkan arti yang propaganda karena itu dapat membahayakan, hati-hati dalam beradvokasi, teliti lagi dan libatkan masyarakat banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar