1. GRATIVIKASI PADA DASARNYA SAMA DENGAN
HADIAH, BANDINGKAN KAPAN HADIAH DAPAT DISEBUT GRATIVIKASI SEHINGGA TERSANGKUT
KORUPSI.
J : Mengidentifikasi gratifikasi
Proses
identifikasi, khususnya bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara terhadap
segala bentuk pemberian kepadanya, sangatlah penting untuk mengetahui apakah
gratifikasi yang diterima dapat dikategorikan sebagai hadiah yang legal atau
ilegal.
Sebagaimana
termuat dalam buku saku gratifikasi yang diterbitkan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), ada beberapa pertanyaan yang dapat
digunakan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang bisa membantu
proses identifikasi gratifikasi, antara lain :
1.
Apa yang menjadi motif dari pemberian hadiah yang diberikan oleh pihak
pemberi? Jika motifnya adalah ditujukan untuk mempengaruhi keputusan Anda
sebagai pejabat publik, maka pemberian tersebut dapat dikatakan cenderung ke
arah gratifikasi ilegal dan sebaiknya ditolak. Seandainya karena terpaksa oleh
keadaan, gratifikasi diterima, sebaiknya segera laporkan ke KPK
2.
Apakah pemberian tersebut diberikan oleh pemberi yang memiliki hubungan
kekuasaan atau posisi setara dengan Anda atau tidak? Misalnya pemberian
tersebut diberikan oleh bawahan, atasan atau pihak lain yang tidak setara
secara kedudukan atau posisi baik dalam lingkup hubungan kerja atau konteks
sosial yang terkait kerja. Jika jawabannya adalah ya (memiliki posisi setara),
maka bisa jadi kemungkinan pemberian tersebut diberikan atas dasar pertemanan
atau kekerabatan (sosial)
3.
Apakah terdapat hubungan relasi kuasa yang bersifat strategis? Artinya terdapat
kaitan berkenaan dengan atau menyangkut akses ke aset-aset dan kontrol atas
aset-aset sumberdaya strategis ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang Anda
miliki akibat posisi Anda saat ini, seperti misalnya sebagai panitia pengadaaan
barang dan jasa atau lainnya? Jika jawabannya ya, maka pemberian tersebut patut
Anda duga dan waspadai sebagai pemberian yang cenderung ke arah gratifikasi
ilegal.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001
TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN
1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSIPasal 12B
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan "gratifikasi" dalam ayat ini adalah pemberian dalam
arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik
yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan
menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
2. JIKA ANDA SEBAGAI PEGAWAI DI SUATU
PERUSAHAAN, DAN DIPERUSAHAAN TERSEBUT ADA KORUPSI, TIDAK ADA TINDAKAN DAN
MENGANGGAP KORUPSI MERUPAKAN HAL BIASA, JIKA ANDA KELUAR PASTI NGANGGUR, APA
YANG ANDA LAKUKAN DALAM POSISI TERSEBUT.
J: 1. Melaporkan Tindakan Korupsi Tersebut Kepada
Kepolisian, Kejaksaan, KPK
Karena
hal ini di atur sesuai ketentuan :
Setiap
orang, organisasi masyarakat & LSM berhak mencari, memperoleh dan
memberikan informasi adanya dugaan TPK, serta menyampaikan saran dan pendapat
kepada penegak hukum (Kepolisian dan Kejaksaan) atau KPK.
Informasi,
saran, atau pendapat dari masyarakat harus dilakukan secara bertanggung-jawab (
PP No. 71/2000 Pasal 2 ayat 2)
Perlindungan Hukum pelapor/
pemberi informasi pengaduan
KPK
mempunyai kewajiban untuk melindungi identitas pelapor tersebut (PP No.71 Tahun
2000, Bab.II Pasal 6 ayat 1) dan apabila diperlukan , atas permintaan pelapor,
KPK atau Penegak Hukum dapat memberikan pengamanan fisik terhadap pelapor
maupun keluarganya. (PP No.71/ 2000, Bab.II Pasal 6 Ayat 2)
Penghargaan
Kepada
setiap orang, organisasi masyarakat atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang
telah membantu upaya pencegahan atau pemberantasan TPK dapat diberikan
penghargaan berupa Piagam atau Premi, setelah putusan pengadilan yang mempidana
terdakwa memperoleh kekuatan hukum tetap (PP No.71/2000, bab III pasal 7 s/d
11).
3. JIKA PENDIDIKAN AGAMA BELUM MAMPU MENGATASI
KORUPSI, MENURUT ANDA ADAKAH HAL-HAL LAIN DIJADIKAN ALTERNATIF?
J: Bila dianggap pendidikan agama di
sekolah tidak mampu mengikis sifat korup seseorang, bukan berarti pendidikan
agama itu yang keliru. Bisa jadi penerapannya yang kurang maksimal. Boleh jadi
pendidiikan agama selama ini hanya sebatas hafalan sehingga tidak berbekas
dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Bila demikian adanya, maka bukan
berarti pendidikan agamanya yang salah, namun metode pengajarannya yang belum
sempurna. Ini sama saja halnya dengan sistem hukum yang berkaitan dengan
korupsi itu sendiri. Sebenarnya bukan sistem hukumnya yang salah, namun
pebegakkannya yang tidak maksimal.
Alternatif :
Solusi 1:
Penegakan Hukum Dengan Tegas.
Penegakan hukum
memang diperlukan, untuk mengurangi korupsi. Sayang sekali data
membuktikan bahwa hukuman dan aturan keras, apalagi dalam sistem ideologi atau
agama tertutup tidak memberantas korupsi. Justru sebaliknya, pemerintahan
tertutup cenderung makin korup dan tidak ada kontrol dari rakyatnya.
Solusi 2 :
Peran Pemimpin
Peran figur pemimpin bersih sangat
didambakan oleh rakyat. Mereka dianggap bisa memberantas korupsi. Dengan dasar
itulah maka kita sering memilih pemimpin.
Contoh yang disebutkan adalah:
1. Felipe Calderon (Meksiko)
ini dia presiden paling tegas
memberantas korupsi di negaranya. Felipe calderon memecat lebih dari 4.500
anggota polisi meksiko sebab terkait rasuah, penyalahgunaan jabatan, dan
kejahatan terorganisasi. Langkah ini diambilnya sejak dua tahun lalu sampai sekarang.
Namun sayang, bulan depan masa jabatannya bakal berakhir. Padahal masih banyak
kasus korupsi perlu ditangani. Menurut indeks persepsi korupsi versi
transparency international, meksiko masih berada di peringkat seratus bersama
indonesia, argentina, gabon, madagascar, malawi, suriname, dan lain-lain,
dengan nilai 3,0.
2. Ellen Johnson Sirleaf
ini presiden perempuan paling garang
dalam memberantas korupsi. Ellen johnson sirleaf bahkan memecat anaknya sendiri
bersama 45 pejabat negara lain sebab tidak menyerahkan daftar kekayaan pada
komisi antirasuah. Mereka tidak boleh kembali menjabat bila belum memberikan
deretan penghasilan diperoleh dan darimana sumbernya. Menurut indeks persepsi
korupsi versi transparency international liberia ada di peringkat 91. Itu
artinya, penanganan korupsi di negara ini masih lebih baik ketimbang Indonesia.
Peranan pemimpin terbatas dan
tindakan ekstrim mereka makan korban besar, bisa menyebabkan resiko yang besar
juga bagi kestabilan suatu negara. Namun sangat disayangkan bahwa
sekalipun peran pemimpin itu cukup besar, tetapi melawan budaya korupsi yang
sudah merasuk ke semua sendi bangsa, pemimpin saja tidak cukup mampu mengubah
bangsa. Tidak banyak perubahan persepsi korupsi. Peran pemimpin ada, tetapi
terbatas, dan tidak jarang lama kelamaan ikut terseret juga dalam budaya
korupsi.
Sampailah kita pada alternatif
solusi ketiga:
Solusi 3 :
Mengubah Mentalitas Pribadi Antikorupsi
Pada dasarnya, korupsi adalah
Penyakit Batin atau Mentalitas. Mengapa? sebab keputusan korupsi itu letaknya
dalam batin manusia. Akar Korupsi adalah keputusan pribadi yang sengaja
memilih yang jahat, bukan yang baik. Apa yang baik itu dapat dirasakan dalam
batin, dalam bentuk kelegaan dan kepuasan, sedangkan keputusan yang jahat itu
akan menimbulkan kontroversi dan pergolakan dalam batin. Kita sebagai manusia
mengetahui apa yang baik dan apa yang jahat, bahkan tanpa diajari orang.
Kemampuan itu melekat dalam diri kita secara pribadi.
Demikian pula apa yang
"baik" menurut masyarakat itu yang diketahui dan disetujui semua
orang dalam masyarakat itu. Keputusan masyarakat itulah yang disebut moral atau
akhlak masyarakat. Cara jahat itu biasanya diam-diam, harus disembunyikan, agar
mencapai hasil maksimal, maka dikenal apa yang disebut kolusi, konspirasi, persekongkolan,
dan sebagainya. Jadi, kalau kita kerja dalam sebuah organisasi, kita melakukan
korupsi jika kita melakukan sesuatu yang tidak akan disetujui orang-orang dalam
organisasi dimana kita kerja. Makanya, semua korupsi dilakukan dengan
sembunyi-sembunyi, diam-diam.
Jadi solusinya adalah dalam keputusan manusia. Sesuatu yang terletak dalam batin manusia. Mampukah kita mengubah mental manusia satu persatu? agar dari dalam manusia,secara sadar dan sengaja manusia menjauhi korupsi? Mampukah kita mengajari dan mengubah manusia agar secara sadar menjauhi korupsi?
Masuk akal jika solusi ini dipertimbangkan.
Ada beberapa upaya
penanggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli di mana masing-masing melihat
dari berbagai segi dan pandangan. Seperti halnya Adi Sulistiyono (2009),
menyampaikan beberapa alternatif solusi memberantas korupsi di Indonesia,
antara lain sebagai berikut:
1) Membentuk perilaku anti-korupsi melalui pendidikan;
2) Penanaman nilai-nilai budaya luhur pada masyarakat
(kejujuran, budaya malu, disiplin, kesederhanaan, dan daya juang);
3) Teladan dari keluarga dan pemuka masyarakat;
4) Membangun kesadaran masyarakat bahwa korupsi sama
bahayanya dengan teroris;
5) Menjadikan korupsi menjadi musuh bersama masyarakat;
6) Carrot and stick(kecukupan dan hukuman) untuk
birokrasi dan aparat penegak hukum;
7) Transparansi perencanaan program penganggaran;
8)
Penerapan pembuktian terbalik secara murni dan memberi perlindungan hukum pada
saksi pelapor;
9) Hukuman yang sangat berat pada aparat penegak hukum
yang korupsi pada waktu menangani kasus korupsi;
10)
Presiden dan Wakil Presiden mempunyai komitmen yang kuat dan konsisten dalam
pemberantasan korupsi; serta
11)
Mendukung penegakan hukum yang telah berhasil dilakukan oleh KPK. (merealisir
RUU Anti-Korupsi; RUU KPK; dan UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi) .
Sementara Kartini
(1983),
menyarankan bahwa penanggulangan korupsi perlu dilakukan sebagai berikut:
1) Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab
guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan tidak bersifat
acuh tak acuh;
2) Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu
mengutamakan kepentingan nasional;
3) Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan dalam
memberantas dan menindak korupsi;
4) Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan
menghukum tindak korupsi;
5) Reorganisasidan rasionalisasidariorganisasi
pemerintah,melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan di
bawahnya;
6) Adanya sistem penerimaan pegawai yang
berdasarkan sistem “achievement”(prestasi) dan bukan berdasarkan sistem
“ascription” (bertindak tanpa pembenaran);
7) Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik
demikelancaran administrasi pemerintah;
8) Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur;
9) Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai
tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien; dan
10) Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap
kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi.
4. PEMBERANTASAN KORUPSI YANG DILAKUKAN
NEGARA-NEGARA LAIN SEPERTI HONGKONG, CINA DAN INDIA, APAKAH BISA DIJADIKAN
UNTUK MEMBERANTAS KORUPSI?
J: 1. Hongkong Bisa, Kenapa Kita Tidak?
Hongkong adalah
negara bekas koloni Inggris yang sukses besar dalam hal pemberantasan korupsi.
Untuk itu mari kita belajar dari mereka tentang bagaimana cara pemberantasan
korupsi berjamaah versi mereka yang telah berhasil dan membuat Hongkong menjadi
negara yang ditakuti oleh para koruptor.
Jika kita bandingkan
korupsi di Indonesia sekarang dengan di Hongkong tahun sebelum 1977, Indonesia
belum ada apa-apanya. Dulu disana supir ambulan tak mau antar pasien yang sudah
sekarat jika belum mendapat “uang teh” terlebih dahulu!
Saking akutnya
korupsi di Hongkong, 99,9% anggota polisi, jaksa dan hakim terlibat dengan
mafia dan tindak kriminal.
Akhirnya pemimpin
pemerintah negara itu pada tahun 1974 melakukan langkah berani dan tegas yaitu
“Semua aparat penegak hukum yakni polisi, jaksa dan hakim di negara pulau itu
dipecat tanpa kecuali!
Pemberantasan korupsi
di Hongkong puncaknya terjadi tahun 1973. Sebelumnya, usaha pemberantasan
korupsi ini sudah dilakukan beberapa kali namun selalu gagal, dan sudah banyak
korban pula yang berjatuhan. Nyaris tak ada polisi, jaksa dan hakim baik/bersih
yang panjang umur di negara pulau itu jika berani melawan korupsi.
Benar-benar seperti
cerita perang antar mafia di film-film Hongkong, saling tembak dan saling bunuh
di jalanan. Bagaimana bandit-bandit di Hongkong kala itu bersekongkol dengan
polisi menguasai dan berbagi “wilayah” operasinya, untuk pelacuran, perjudian
dan narkoba. Dan parahnya adalah merampok bank dengan senjata dan personil
kepolisian juga sudah biasa terjadi.
Saking parahnya dunia
korupsi di Kepolisian Hongkong, istri dipakai atasanpun tidak bisa menolak!
Usaha yang berhasil
dalam soal pemberantasan korupsi di Hongkong pada awalnya digagas oleh seorang
polisi baik, yang mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Kolonial Inggris,
yang ketika itu tentu saja pusing tujuh keliling menghadapi jaringan kerja sama
antara koruptor dan mafia kuning.
Faktor yang sangat
mendorong keberhasilan saat itu adalah faktor kepemimpinan. Adalah Gubernur
koloni Inggris di Hongkong ketika itu, Sir Murray Mac Lehose (1971-1982) dan
seorang pemimpin Hongkong yang keras dan berani ambil tindakan tegas. Yang
jelas dia tidak terlibat dalam praktik persekongkolan mafia yang terjadi. Tak
lama setelah ditunjuk sebagai Gubernur, dia mencanangkan 2 (dua) tahun masa
jabatannya adalah “Bertempur Melawan Korupsi! Dan itu tidak sekedar disampaikan
dalam pidatonya, tapi langsung diikuti dengan tindakan yang cepat dan tegas!
Usahanya itu
membutuhkan aparat yang bersih dan berwibawa. Dan dia dibantu oleh “Polisi
Baik” yang jumlahnya hanya tersisa sedikit sekali, mereka bermental baja dan
rela bertarung nyawa dengan mafia pengadilan. Sejumlah “Polisi Baik” yang punya
nyawa cadangan tadi, benar-benar melakukan perang terhadap mafia Hongkong yang
ada. Semua “Polisi Baik” itu berada langsung di bawah komando Sang Gubernur!
Kepala polisi pun tak bisa berbuat apa-apa dan mafia-mafia Hongkong kalang
kabut.
Dari pihak pemerintah
Hongkong sendiri, usaha ini ditunjang pula dengan berbagai tindakan yang
sama-sama gilanya, yakni “Extra Judisial”. Yang paling tegas dan luar biasa
adalah “Memecat semua aparat polisi, jaksa dan hakim di seluruh Hongkong dan
diganti sementara oleh polisi, jaksa dan hakim dari India dan Australia”.
Bersamaan dengan itu Hongkong melakukan perekrutan polisi, hakim, dan jaksa
baru yangdengan seleksi yang sangat ketat. Tidak cukup sampai pada aparat
penegak hukumnya saja, petugas administrasi yang bekerja di semua kantor
polisi, jaksa dan hakim juga dipecat/diberhentikan dengan pesangon yang cukup.
Tak heran saat itu
lebih dari separuh APBN Hongkong dipakai untuk memberikan pesangon bagi mereka.
Uniknya kepada
mereka, para polisi, hakim dan jaksa yang dipecat dan terindikasi korupsi itu
ditawarkan “Untuk pergi dari Hongkong serta tidak pernah boleh kembali lagi
dengan jaminan tidak akan diusut, dan harta hasil korupsinya juga tidak akan
dirampas oleh negara atau tetap memilih tinggal di Hongkong dengan konsekuensi
akan diusut sampai tuntas sesuai dengan hukum yang berlaku!”. Sikap pemerintah
yang tegas dan unik ini, ternyata sangat efisien dan berhasil mengusir mereka
para koruptor lari tunggang langgang ke luar negeri dengan berlimpah harta
hasil korupsinya. Dan yang punya nyali untuk tetap tinggal di Hongkong hanya
yang benar-benar bersih saja.
Mantan polisi, hakim
dan jaksa tersebut sebagian besar kabur ke Kanada, dengan membawa semua harta
haramnya, tersebar di beberapa China Town di kota-kota besar. Pemerintah Kanada
memilih menutup mata terhadap latar belakang mereka, asalkan mereka membawa uang
yang cukup besar yang diperlukan untuk membangun Kanada.
Anehnya, para mafia
tersebut di Kanada tidak berani berbuat onar, hanya menguasai lingkungan China
Town saja. Sampai awal tahun 90an, sekitar 17 tahun sejak berhasilnya
pemberantasan korupsi tersebut, mulailah perilaku aparat hukum berubah.
Sogok-menyogok tak ada lagi karena ketahuan sanksinya dilipatgandakan dan
dipecat!
Hanya saja perilaku
masyarakat Hongkong yang selama puluhan tahun hidup dalam cengkeraman mafia,
masih belum bisa secara total merubah kebiasan buruknya. Tipu-tipuan dalam
bisnis berlangsung terus, terutama kepada para turis yang mampir ke Hongkong.
Tetapi karena polisi,
jaksa dan hakimnya sudah bersih. Perilaku macam begitu tidak dibiarkan begitu
saja. Dan pebisnis Hongkong yang nakal itu pasti kena batunya. Disidik,
diajukan ke pengadilan dan dijebloskan ke penjara tanpa ampun. Menyuap atau
mencoba menyuap? Hukumannya langsung dilipatgandakan. Tidak ada ampun dan belas
kasihan kepada mereka.
Kemudian tahun 1974
Gubernur Mac Lehose membentuk ICAC (Independent Commission Against Corruption)
yaitu lembaga semacam KPK yang ada di Indonesia. Hasilnya, masyarakat Hongkong
mulai teratur dengan tegaknya hukum, menjadi satu masyarakat yang hidup didalam
jalur ketentuan hukum yang ada. Orang bilang sejak itulah Hongkong ekonominya
maju pesat.
ICAC
juga telah mendata lebih 99% polisi yang terlibat kriminal dan korupsi, jika
diberlakukan hukuman formal, seluruh polisi akan dipenjara, namun lagi-lagi
Pemerintah Hongkong mengambil sikap represive yang luar biasa dan bijaksana
yakni memberi pemutihan hukuman, hanya polisi yang telibat kriminal diatas
tanggal 1 Januari 1977 aja yang di bawa ke meja hijau.
Inilah gambaran
korupsi yang sangat besar, yang ternyata bisa diberantas dengan cara yang
sangat mudah tanpa banyak teori yang digunakan.
2. Membandingkan Indonesia dengan Republik Rakyat Cina, rasanya
memang ironis. Indonesia sejak 1998, menerapkan sistem politik demokratis.
Bahkan presiden pun dipilih langsung oleh rakyat sejak pemilu 2004. Tapi dalam
urusan memberantas korupsi dan penegakan hukum, Cina yang masih tetap
menerapkan sistem politik yang otoriter dan sentralistik, dalam urusan
memberantas koruptor dan penegakan hukum, ternyata jauh lebih maju dari
Indonesia.Kalau terbukti melakukan korupsi, di Cina kontan langsung divonis
hukum mati. Mau contoh? Inilah dia. Cheng Tong Hai, mantan pemimpin
Sinopec, baru-baru ini terbukti menerima suap 195,73 juta yuan atau 28,64 juta
dolar Amerika sejak 1999-2007. Maka dengan tak ayal, pengadilan menengah nomor
2 Beijing Rabu 15 Juli lalu menjatuhkan hukuman mati
kepadanya.Berdasarkan penelusuran dari berbagai dokumen yang berhasil dihimpun
tim riset theglobal-review.com, ketika masih menjabat sebagai wakil manajer
Sinopec unit China Petroleum Corp, dan kemudian berlanjut ketika menjabat
sebagai wakil presiden dan direktur Sinopec.
Bagi Cina sejak era
kepemimpinan Mao Zedong pada 1949, harus diakui memang mewarisi kebobrokan
birokrasi era rezim militer Chang Kai Shek. Sedemikian rupa parahnya korupsi
yang dilakukan para pejabat militer maupun sipil ketika itu, sehingga dianggap
sebagai faktor utama ambruknya Guomindang atau Partai Nasionalis Chang Kai Shek
yang sebenarnya mewarisi pendiri Cina Dr Sun Yat Sen.
Cina. Bahkan akhirnya menjadi
propagandis terdepan pendukung perjuangan Mao Zedong dan sekutu politik
andalannya Chou En Lai.
Bahkan ketika Mao Zedong berhasil
menggusur Chang Kai Shek ke pulau Formosa yang sekarang dikenal sebagai Taiwan,
Cina juga masih dilanda korupsi. Bahkan menurut berbagai riset ketika itu, satu
persen penduduk Cina memiliki 40 persen kemakmuran, sebagian besar diperoleh
melalui korupsi.
Namun berbeda dengan Indonesia, Cina
boleh dibilang cepat belajar dari pengalaman pahit dan bertekad berubah menuju
perbaikan. Sejak 2000, Cina mulai bertindak tegas terhadap pejabat tinggi yang
terlibat korupsi. Bahkan ada yang divonis hukuman seumur hidup. Contoh kasus,
adalah yang dikenakan terhadap Chen Kejie.
Dari catatan tahun 2008 lalu,
menurut informasi sudah sekitar 1700 orang yang dinyatakan bersalah dalam kasus
korupsi dan dihukum mati. Luar Biasa!
Begitupun diakui bahwa hukuman itu
belum sepenuhnya efektif sebagai efek jerah atau bikin takut orang yang berniat
korupsi
Namun, dengan segala kekurangannya,
keputusan pemerintah dan aparat hukum Cina patut diacungi jempol. Setidaknya
dibanding Indonesia, kita praktis masih jalan ditempat.
Kasus Bank Century yang berpotensi
besar menyeret hampir seluruh ring satu lingkaran dalam kekuasaan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, ternyata belum memberi tanda-tanda yang cukup
menggembirakan.
Bahkan dari segi corruption
perception index (CPI) yang dikeluarkan Transparancy International, Indonesia
diperingkat 2,8, berarti usaha pemberantasan korupsi masih jauh dari berhasil.
Sedangkan Singapore dan Brunei Darussalam, peringkatnya berada pada 5,5.
Berarti jauh melampaui Indonesia. Malaysia 4,5, dan Thailand 3,3.
Ironisnya, justru Indonesia
merupakan negara paling demokratis di Asia Tenggara saat ini. Jangan-jangan, demokrasi
tidak ada kaitannya sama sekali dengan penegakan hukum dan pemberantasan
korupsi.
Karena itu, tak ada salahnya kita
belajar sesuatu yang berharga dari Cina dalam soal pemberantasan korupsi.
Apalagi Indonesia, termasuk salah satu dari lima negara di Asia yang setuju
meratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menentang korupsi.
Karena itu, jangan hanya sebatas
memperingati hari anti korupsi sedunia seperti pada 9 Desember 2009 lalu.
5. SEBUTKAN NILAI-NILAI DAN PRINSIP UNTUK
MEMBERANTAS KORUPSI SERTA FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KORUPSI.
J
: NILAI –NILAI :
1.
Kejujuran
2.
Kepedulian
3. Kemandirian
4. Kedisiplinan
5. Tanggung Jawab
6. Kerja keras
7. Sederhana
8. Keberanian
9. Keadilan
PRINSIP-PRINSIP
:
1.
Akuntabilitas
2.
Transparansi
3.
Kewajaran
4.
Kebijakan
5.
Kontrol kebijakan
FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB KORUPSI
1. Faktor Politik
2. Faktor Hukum
3. Faktor Ekonomi
4. Faktor organisasi